Si Penjaga Hutan, Menyongsong Semangat Hari Ini dan Masa Depan Kampung Merabu

source: astra.bkb.digital

SATU per satu pohon besar berjajar, daunnya menjadi atap, sampai-sampai tidak sedikit pun mentari diberi ruang untuk bertamu. Berbisik-bisik di tengah semilir riuh angin. Percakapan alam tentang bagaimana nasib kita ke depannya? Apakah kita akan habis dimakan zaman dan teknologi? Apakah kita akan musnah digerus terus-menerus untuk diproduksi? Ataukah kita hanya tinggal kenangan di masa depan penuh bangunan tanpa alam?

Di kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Bukan di pusat kota, melainkan di pinggir kota. Berdiri sebuah kampung yang hampir jauh dari peradaban, kala itu. Di bawah payung-payung daun lebat hutan hujan tropis, beragam vegetasi dan satwa berlindung dan bertahan hidup. Di sisi lain, hutan itu hadir sebagai alam yang menyediakan makanan dan obat-obatan bagi warga Kampung Merabu. Kala itu, hutan Kampung Merabu 60% menjadi hutan lindung, sisanya 40% menjadi hutan produksi. 

Butuh waktu sekitar enam jam dari kabupaten Berau untuk akhirnya menjejaki kaki di Kampung Merabu. Perjalanan jauh tidak akan mengkhianati lelah. Sebab, saat ini Kampung Merabu telah berevolusi menjadi desa wisata berkelanjutan. Tepat berada di kecamatan Kelay. Berada di kawasan hamparan Karst yang menjadi keindahan tersendiri. Diimpit oleh Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Kampung yang kaya akan sumber daya alam. Dari Kampung Merabu sendiri butuh waktu 45 menit berjalan kaki menuju sungai dan menembus hutan lebat, hingga akhirnya sampai di Danau Nyadeng dengan air berwarna biru toska. Dari atas danau, tampak sebuah Puncak Ketapu. Melalui medan curan dan dan berjalan kaki selama dua jam menuju puncak, terpampang keindahan kawasan Karst berwarna hijau nan asri.

Sudah jarang sekali ditemukan di perkotaan. Dahulunya hampir setiap daerah penuh sumber daya alam. Kini, telah lenyap dan tumbuh menjadi bangunan pencakar langit. Sisa-sisa alam seakan-akan menepi di pinggir dan di ujung daerah. Tinggal bagaimana kita menjaga 'sisa-sisa alam' tersebut tetap hidup dan berdiri kokoh. 

Si Penjaga Hutan, Franly Aprilianto, Mengevaluasi Kampung Merabu menjadi Desa Wisata Berkelanjutan

source: astra.bkb.digital

Siapa pun dapat menjadi penggerak dan inspirasi. Namun, apalah arti semua itu tanpa rasa peduli dan keinginan besar untuk banyak orang? Perkenalkan, Franly Aprilianto, seorang pemuda inspirasi. Dengan kegigihan dan keyakinannya, dia mampu mengembangkan Kampung Merabu menjadi lebih berkembang dari berbagai aspek.

Lahir dan besar di Manado, kemudian pada tahun 2009 merantau ke Kalimantan Timur. Bekerja sebagai tukang kayu dan membangun sekolah. Kemudian, lelaki itu ditawarkan dan mengajar sebagai guru bahasa inggris. Pada tahun 2011, di usianya yang masih amat muda 22 tahun, Franly dipercaya menjadi kepala desa Kampung Merabu. 

Tidak banyak pemuda dengan pikiran dan jiwa menyatu dengan alam. Memikirkan masa depan orang banyak, terlebih orang-orang sekitar. 22 tahun adalah usia di mana pergolakan anak muda. Namun, Franly penuh tekad mensejahterakan warga Kampung Merabu.

Diberi kepercayaan menjadi kepala desa Kampung Merabu pada tahun 2011, selama itu pula Franly memperjuangkan hal alam, terutama hutan lindung untuk akhirnya dikelola langsung oleh warga Kampung Merabu. 

Awalnya hutan tersebut dijamah warga setempat. Oleh perusahaan lokal dan bakal usaha kayu hutan sebagai titik lewat untuk menuju sarana mencari sarang burung walet dan hasil hutan lainnya. Berangkat dari situ, sebuah keresahan muncul di benak Franly. Kekhawatiran akan sumber daya alam—hasil hutan yang akan habis karena tidak dijaga.

Berangkat dari keresahan tersebut, pada 2011 Franly saat menjadi kepala desa membentuk sebuah lembaga bernama Kerima Puri. Melalui lembaga Kerima Puri, Franly dan warga Kampung Merabu berjuang mendapatkan izin pengelolaan ke Kementerian Kejutan dan menjadikan Kampung Merabu sebagai desa wisata berkelanjutan. 

Bukan waktu yang sebentar, melainkan perjuangan akan selalu memberikan hasil yang baik. Dua tahun setelahnya, sebuah surat keputusan hadir sebagai kabar bahagia. Bahwa perjuangan tersebut membuahkan hasil baik dan mendapatkan Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPDP) seluas 8.245 hektar. 

"Sederhana saja. Kami percaya kalau mengelola hutan dengan bijak maka hal2 baik juga akan menghampiri Merabu," ujar Franly. 

Sejak lahir tinggal dan tumbuh di Manado, merantau dengan memiliki peran besar dan berjasa bagi Kampung Merabu. Bukan tanpa alasan, Franly melihat adanya potensi hutan Kampung Merabu memungkinkan untuk dikembangkan. Hidup adalah pilihan, dengan adanya potensi hutan tersebut, akan dibiarkan saja atau dikelola? Lantas, apabila dikelola haruskah bekerja sama dengan perusahaan swasta? Namun, pada saat itu Franly bertekad untuk mengelola hutan Kampung Merabu secara mandiri dibantu oleh Non Governmental Organization (NGO).

"Pada saat itu berkat wawasan yang diberikan oleh NGO setempat kami mengambil langkah untuk mengelola hutan secara mandiri."

Tidak mudah untuk memperjuangkan hak pengelolaan hutan. Namun, Franly mampu meyakinkan warga Kampung Merabu untuk mengelola hutan. Sebab, pada akhirnya hutan akan menjadi sumber kehidupan mereka tersendiri. Kemudian, Franly juga mengungkapkan bahwa hutan yang memiliki fungsi hutan lindung dan hutan produksi pun sempat terjadi kesepakatan dengan perusahaan lokal kayu. 

Kesempatan tersebut mengajak mengelola bersama dengan mengikuti langkah atau pembangunan Kampung Merabu. Artinya, perusahaan tersebut tidak lagi memproduksi hutan kayu di Kampung Merabu. Tentunya ini adalah sebuah angin segar dan pencapaian luar biasa karena hutan dan sumber daya alam di dalamnya dapat terjaga.

Bersama Lebih Peduli dengan Hutan Indonesia

source: astra.bkb.digital

Kita sama-sama tahu bahwa hutan Indonesia saat ini makin lama makin diproduksi. Yang mana hal ini perlu diperhatikan dan diseimbangkan. Memang, kebutuhan manusia makin zaman makin bertambah, makin membutuhkan pembaruan. Bahkan perusahaan selalu membuat inovasi yang menarik perhatian masyarakat. Di sisi lain, ada alam yang dikorbankan untuk kemudian diabaikan kepentingan. 

Hutan merupakan salah satu elemen vital bagi kehidupan manusia. Namun, tidak sedikit manusia punya kesadaran akan pentingnya alam, terutama hutan. Daripada instrospeksi diri, mereka lebih mengedepankan asumsi saling menyalahkan berwenang. Sementara, ada hutan yang butuh dilindungi lagi.

Tentu, Franly menjadi salah satu figur yang patut menjadi contoh. Betapa kepeduliannya terhadap lingkungan membawa dampak besar untuk hari ini dan masa depan. Di usianya yang masih muda, mampu membangun Kampung Merabu menjadi sejahtera baik dari segi ekonomi, estetika, dan kesehatannya.

Satu Franly pun berhasil membuat suatu kampung menjadi bersinar. Bagaimana apabila ada Franly-Franly lain yang menjadi penggerak dan inspirator untuk masyarakat setempat. Menyongsong semangat untuk hari ini dan masa depan.

Yuk, mulai kobarkan semangat kepedulian dan kesadaran. Memahami bahwa hutan akan memberikan oksigen pada kita semua. Apabila satu per satu hutan mulai gundul, lahannya berubah menjadi bangunan. Lantas, apakah bangunan kokoh itu akan menjamin keselamatan dan keamanan kita di masa depan? Pada kenyataannya, bangunan pencakar langit pun akan runtuh juga karena bencana alam akibat kerusakan lingkungan. Jadikan hutan sebagai salah satu keluarga alam kita. Mulai bergerak, minimal untuk keselamatan diri sendiri, baru kemudian orang lain.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url