Preview

Hai, selamat datang di Neng Vina! Di blog ini kamu akan menemukan tulisan seputar kehidupan dan pengembangan diri. Barang kali kamu tidak akan merasa sendirian setelah membaca tulisanku. Enjoy my blog! 🧁

Fail in Love: Patah Hati

Fail in love
TUTORIAL hanya bisa ditulis oleh mereka yang sudah berdamai dengan kegagalan. Salah satunya adalah aku. Perempuan yang sering kali mengalami kegagalan dalam mencintai. Mulai dari bertepuk sebelah tangan, sampai jatuh cinta dengan orang toksik. Rata-rata, sih, karena pupus, cinta enggak berbalas. Sadar diri, siapa yang mau dengan perempuan enggak menarik?

Hanya saja, memang dari dulu aku adalah orang yang sangat enggak percaya diri soal fisik. Merasa—memang—jelek. Sampai aku pernah merasakan “perlakukan berbeda” lelaki kepada aku.

Suatu malam, aku masih di rumah guruku. Aku lupa ada acara apa ketika itu, yang jelas aku pulang sekitar abis Isya. Ibu Guru menyarankan salah teman lelaki untuk mengantarkan aku pulang. Aku tahu betul, betapa dia “ogah-ogahan” menyambut perintah Ibu Guru. Dan, aku enggak enak hati untuk menolak permintaan Ibu Guru. Padahal tadinya mau naik angkutan umum saja.

Akhirnya si lelaki mengantarkan aku pulang. Coba tebak? Dia menurunkan aku di depan jalan utama masuk. Dari jalan masuk sampai ke rumahku butuh jalan kaki sekitar 5—10 menit. Sebetulnya kalau naik angkot pun sama saja, bakal berhenti di jalan masuk tersebut. Cuma maksud aku, tinggal anterin aku sampai depan rumah apa susahnya? Toh, kalau naik motor enggak sejauh itu, kok. Orang jelek enggak pantes, ya, diperlakukan dengan baik?

Bener, ya, fisik ngaruh banget terhadap tindakan lelaki. Entahlah. Waktu itu rasanya sedih, malu, dan merasa enggak berharga. 

Perasaan enggak berharga itu mulai muncul semenjak masuk SMA. Aku betul-betul merasa enggak layak. Ketika itu aku berpikir, enggak ada seorang lelaki pun yang menganggapku ada. Jangankan teman lelaki, teman perempuan pun enggak ada. Kelas 1 SMA, aku sama sekali enggak punya teman. Aku merasa diasingkan. Masuk kelas 2 SMA, perlahan-lahan aku mulai memiliki teman. Kelas 3 SMA, temanku hanya satu. 

Masa SMA adalah masa paling memorable dan menyenangkan? Ini enggak berlaku di aku. Senior high school era is a NIGHTMARES!!

Aku pernah jatuh suka dengan teman satu kelas di kelas 2 SMA. Dia pintar dan manis. Tipe-tipe murid kalem dan enggak neko-neko. Apesnya, dari dulu kalau jatuh suka dengan seseorang enggak bisa disembunyikan. Entah bagaimana, teman satu kelas bisa tahu perasaan aku. Cuma, ya, seperti yang sudah diprediksi. Siapa yang mau dengan aku? Enggak cantik, enggak pintar, enggak menarik, deh, pokoknya. Namun, lelaki itu biasa saja, sih, bukan yang terlalu menjauh. Ya, biasa saja.

Intinya pupus. Ini adalah cinta kedua yang bertepuk sebelah tangan. 

Kegagalan aku dalam jatuh cinta bukan di situ saja. Pernah ketika SMP, selama tiga tahun jatuh suka dengan orang yang sama, enggak tergantikan. Aku memang setia orangnya. Sempat, sih, jadian, putus-nyambung. Dia adalah cinta pertamaku. Pernah juga setelah lulus SMA, dekat dan jadian dengan salah satu kakak kelas ketika SMP. Dan, gara-gara dia aku benci dengan “cinta” selama lima tahun. Aku benar-benar enggak suka nonton drakor romantis. Aku enggak suka novel romantis. Apa itu cinta? Bullshit

Dasar, cowok toksik! Bisa-bisanya gue bucin sama cowok modelan lo?!

Meskipun pada akhirnya lima tahun berikutnya aku memutuskan membuka hati dan jatuh suka kepada seseorang lelaki yang baik. Dia menganggapku ada. Salah sebetulnya karena di sini aku terlalu baper. Namun, aku mencoba untuk mengungkapkan perasaan. Dan, yaa, lagi dan lagi, pupus. Dia, sih, bilang, “Jalanin aja dulu.”, tetapi sampai sekarang enggak pernah ada sesuatu yang dia maksud “jalanin aja dulu”. Satu hal yang pasti, dia menjauh. Untungnya aku sudah menyiapkan risiko dan konsekuensinya. 

Urusan patah hati, aku ahlinya. Haha.

Tahu, enggak? Sebetulnya aku malu banget menulis ini. Namun, entah mengapa aku merasa perlu rilis emosi. Selama ini hanya aku pendam saja. Selama menulis ini, ada perasaan sedikit sesak. Ada perasaan malu. But, it’s okay. Sebab, ada pelajaran berharga di balik semua patah hati yang aku terima. 

Meskipun sampai sekarang aku masih merasa enggak ada satu lelaki pun yang suka dengan aku. Kadang-kadang ada perasaan takut, bagaimana kalau aku enggak mendapatkan jodoh? Ada perasaan enggak berhak punya kriteria pasangan. Ada terlintas pikiran, “Ada yang mau aja udah syukur!”

Nyesek, deh. Gue udah selesai sama masa lalu gue yang satu ini belum, sih, sebenarnya?

Di sisi lain, aku masih punya idealisme. Aku enggak mau asal pilih untuk masa depan aku. Aku, perempuan, berhak dan layak untuk punya kriteria dan memilih pasangan yang tepat. Iya, aku tetap sadar diri, kok. Oleh karena itu, aku selama lima tahunan belakangan susah payah mengais value diri. Aku mengembangkan rasa percaya diri aku. Aku menggali potensi aku. Sampai akhirnya perlahan-lahan aku mulai punya sedikit kepercayaan diri terhadap diri aku sendiri. 

Bahwa aku adalah perempuan yang layak dicintai. 

Seenggaknya ada satu hal yang membuat aku tenang. Betapa Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan. Jadi, untuk apa aku khawatir, sementara Allah sudah menyiapkan untukku?

•••

O, iya, tadinya mau menulis Tutorial Jatuh Cinta, tetapi malah curhat. Jadi, aku simpan buat tulisan selanjutnya aja, deh. Xixi. 

Lebih lamaTerbaru

Posting Komentar