Cara Orangtua Mengelola Emosi dalam Pengasuhan!

ANAK menjadi salah satu hal berpengaruh, terutama dalam mempelajari diri sendiri baik sebagai manusia maupun orangtua. Salah satu aspeknya adalah berkaitan dengan emosi. 

Sudah tidak asing lagi bagi kita melihat, mendengar, bahkan merasakan emosi marah dari orangtua. Tidak sedikit pula berakibat fatal karena kekerasan fisik yang diterima. 

Awalnya kita akan berpikir wajar orangtua marah karena kita melakukan kesalahan-kesalahan. Namun, tidak berlaku bagi amarah dengan respons buruk.

Anak zaman dahulu umumnya telah terbiasa dengan kemarahan dengan respons negatif seperti melakukan kekuatan fisik. Berbeda dengan anak era saat ini. 

Perkembangan zaman telah mengubah segala aspek. Menentukan karakterisasi anak. Sehingga dalam proses pengasuhannya pun berbeda dan harus diubah. 

Sebagai orangtua, Mami dan Papi secara tidak sadar akan mengikuti pola asuh orangtuanya tanpa melakukan validasi apakah pola asuh tersebut benar atau tidak?

Artinya, Mami dan Papi pun harus tetap mempelajari bagaimana cara mendidik anak. Salah satunya adalah bagaimana cara orangtua mengelola emosi dalam pengasuhan?

Cara Orangtua Mengelola Emosi dalam Pengasuhan: Agar Anak tetap Merasa Dicintai

Cara mengelola emosi dalam pengasuhan
Perkembangan anak, baik dari kemampuan berpikir dan kemampuan emosional. Semua itu tergantung dari cara orangtua mengelola emosi ditinya, kemudian sang anak. 

Mami dan Papi tentu akan dihadapi dengan kemarahan anak atau perilaku anak yang memicu sebuah emosi. Selanjutnya adalah bagaimana agar emosi itu tidak berdampak negatif. 

Konflik dan peristiwa kecil dalam rumah tangga sudah biasa terjadi. Namun, emosi-emosi yang hadir akan selalu terasa baru meski sudah berulang kali dirasakan. 

Sehingga respons yang kita hasilkan dari emosi sering kali terjadi di luar kendali, tidak disadari. Kemudian menyisakan penyesalan ketika kesadaran sudah kembali sepenuhnya. 

Ketidaksadaran akan emosi diri inilah yang membuat emosi terasa baru kalau-kalau kita tidak mulai mengantisipasi dan mengevaluasi agar tidak terulang kembali. 

Nah, sering kali orangtua hilang kesadaran dan terlarut dalam emosi ketika menghadapi perilaku anak yang tidak sesuai. Pada akhirnya, anak tumbuh menjadi pemarah. 

Mami dan Papi tentu tidak ingin anak tumbuh dengan emosi berlebih dan tidak terkontrol. Sebab, anak yang baik juga datang dari orangtua yang berusaha melakukan yang terbaik. 

Mami dan Papi harus tahu bahwa anak akan mencontoh segala baik perilaku maupun emosi dari orangtua. Sebab, orangtua adalah sekolah pertama bagi anak. 

Mengelola emosi itu penting



Memahami Jenis Emosi

Dalam mengelola emosi, Mami dan Papi harus tahu lebih dulu, nih, jenis-jenis emosi apa saja yang dimiliki manusia. Sadari juga bahwa emosi bersifat spontan dan otomatis. 

Bukannya emosi itu sebuah bentuk amarah, ya? Ah, bukan, bukan! Mulai saat ini Mami dan Papi jangan salah paham lagi terkait emosi adalah amarah. 

Amarah merupakan salah satu jenis dari emosi. Yup, artinya masih ada lagi emosi lain selain amarah. Emosi juga terbagi menjadi emosi positif dan negatif. 

Cara orangtua mengelola emosi dalam pengasuhan satu ini akan jadi bekal penting dalam mengasuh dan mengelola emosi sang anak. 

Emosi marah, sedih, kecewa, takut, dan lain-lain merupakan bentuk emosi negatif. Sebab, emosi negatif adalah perasaan tidak menyenangkan.

Sementara emosi positif adalah perasaan yang menyenangkan. Bentuk emosi positif seperti Bahagia, riang, cinta, haru, gembira, ceria, dan lain-lain. 

Terdapat juga bentuk emosi lain seperti perasaan terkejut dan juga jijik. Emosi dasar sendiri terdiri dari bahagia, sedih, takut, marah, terkejut, dan jijik. 

Masing-masing emosi dasar tersebut kemudian akan menimbulkan percikan emosi lain. Takut akan memunculkan emosi gelisah. Bahagia akan memunculkan emosi senang berbunga-bunga. 

Nah, kalau Mami dan Papi sudah mengenal berbagai bentuk emosi baik negatif maupun positif. Selanjutnya, Mami dan Papi diharapkan bisa meregulasi emosi tersebut terhadap anak. 

Meregulasi Emosi

Emosi hadir karena adanya stimulus berupa sebuah kejadian tidak terduga. Kemudian kita akan menginterpretasi emosi tersebut dan memicu gejala berupa respons spontan. Respons ini yang akan menentukan perilaku kita terhadap emosi yang kita interpretasi. 

Begitulah cara kerja emosi. Emosi yang terstimulus tidak akan bisa kita kendalikan karena sifatnya otomatis. Akan tetapi, kita bisa memilih untuk merespons dengan baik. 

Kalau Mami dan Papi tahu cara meregulasi emosi, maka Mami dan Papi bisa memilih perilaku akibat emosi yang tadi. Perilaku baik atau sebaliknya itu tergantung bagaimana Mami dan Papi menganalisis gejalanya. 

Seperti misal Mami dan Papi mendapati sang anak menjatuhkan barang hingga rusak. Ini merupakan stimulus yang kemudian Mami dan Papi menginterpretasi stimulus atau kejadian tersebut sebagai bentuk amarah. 

Gejalanya Mami dan Papi akan merasa ingin memarahi dan menyalahkan sang anak. Sampai sini respons tersebut masih bersifat otomatis. 

Di sinilah Mami dan Papi punya ruang untuk mengenal bentuk emosi dan pemicu emosi sehingga dapat berpikir jernih dalam menentukan pilihan dalam berperilaku. 

Kenali bahwa emosi tersebut merupakan emosi marah dan terima emosi tersebut. Kemudian diketahui pula bahwa emosi itu hadir karena perbuatan anak yang menjatuhkan barang.

Selanjutnya, Mami dan Papi coba telisik ke sudut pandang lain. Apa alasan sang anak melakukan hal tersebut? Apakah perbuatan tersebut disengaja?

Setelah itu redamkan ekspresi marah Mami dan Papi di hadapan anak. Kontrol emosi dan tenangkan diri Mami dan Papi. Pahami bahwa emosi ini hanya sesaat. 

Tanamkan pikiran bahwa sang anak sedang butuh perhatian dan cinta. Tidak perlu sungkan mengatakan bahwa Mami dan Papi sedang marah tanpa harus berterima dan membentuk.

Setidaknya anak tahu kalau Mami dan Papi sedang marah. Dan anak tetap berprasangka Mami dan Papi tetap menyayanginya meski sedang marah. 

Ajak anak untuk ikut membereskan benda jatuh atau membenarkan barang rusak. Sehingga anak bisa belajar mengelola emosi dan juga bertanggung jawab. 

Menghindari Respons Buruk Emosi Diri terhadap Emosi Anak

Apa yang akan terjadi jika Mami dan Papi tidak mampu mengenal bentuk dan pemicu emosinya? Mami dan Papi akan merespons sesuai dengan emosi yang terstimulus. 

Misalnya, emosi marah terstimulus karena anak bermain gawai sampai lupa waktu. Kemudian Mami dan Papi langsung marah hingga berperilaku yang kurang baik.

Seperti mengeluarkan kata-kata mengejek, menghina, atau bahkan sampai memukul anak. Tentu ini bukanlah sebuah respons perilaku yang baik. 

Mami dan Papi perlu menenangkan diri sebelum mengambil tindakan untuk berperilaku. Kemudian pikirlah mengapa anak bermain gawai sampai lupa waktu?

Kemudian mulai pilih perilaku yang baik dan tegas. Ucapkan bahwa Mami dan Papi tidak suka kalau anak lupa waktu saat bermain gawai. Katakan bermain gawa ada waktu dan batasan. 

Beri pemahaman pada anak kalau bermain gawai memiliki dampak negatif. Dengan memberi kata-kata bijak dan solutif, anak juga bisa memahami bahwa orangtua tidak ingin dia sakit karena bermain gawai. 

Hindari diksi tidak baik seperti anak nakal, anak susah diatur, anak kurang ajar, dsb. Sebab, ini akan melukai hati anak dan anak bisa memvalidasi bahwa dia memang anak yang seperti itu. 

Cara orangtua mengelola emosi dalam pengasuhan selain dari tindakan verbal, tindakan fisik juga harus diperhatikan dan jangan sampai memberi luka fisik pada anak. 

Mendidik anak zaman dahulu dengan sekarang berbeda. Bukan berarti anak zaman sekarang lemah. Justru perkembangan zamn telah menyadari orangtua akan pentingnya ilmu parenting. 

Apabila Mami dan Papi mampu meregulasi emosi dan memilih perilaku positif, akan terhindar dari tindakan kekerasan fisik ke anak. Sebaliknya, kalau emosi tersebut direspons dengan perilaku negatif, saat tidak dapat mengontrol diri akhirnya bermain fisik. 

Tindakan seperti memukul anak atau hal kekerasan lainnya akan mengurangi kepercayaan diri anak terhadap orangtua. Mereka bisa tumbuh menjadi anak yang keras pula. 

Anak yang mengalami kekerasan fisik di masa lalu akan tumbuh dengan emosi tidak stabil. Mudah marah dan ringan tangan. Semua itu secara tidak sadar mengikut pola asuh orangtua. 

Daripada melakukan kekerasan. Mami dan Papi bisa mengelus kepala atau punggung sang anak saat anak melakukan kesalahan atau sedang tantrum. 

Kalau orangtua marah dan melakukan kekerasan maka bagaimana anak dapat menemukan tempat berlindung dan ternyaman untuknya berteduh, kan?

Menenangkan Diri

Saat emosi dirasa kurang bisa dikontrol, Mami dan Papi sulit untuk menenangkan diri di aaat itu juga. Mami dan Papi bisa pergi sejenak dari anak untuk rileks. 

Ketika Mami dan Papi menyadari jika masih berada di sekitar anak dapat melakukan hal buruk. Mami dan Papi bisa pergi ke kamar mandi untuk membasuh wajah. 

Mengatur napas dan mulai memikirkan hal-hal menyenangkan. Pikirkan bahwa anak kita adalah anak yang lucu dan menggemaskan. Anak adalah kesayangan Mami dan Papi. 

Namun, apabila anak Mami dan Papi tidak memungkinkan untuk ditinggal atau bahkan mengikuti langkah Mami dan Papi. Tidak perlu berlama-lama membasuh wajah. 

Dalam hal ini, Mami dan Papi hanya perlu duduk dan berdiam diri di sekitar anak. Anak yang sedang marah atau menangis sedang membutuhkan kehadiran orangtua. 

Sekadar mengelus punggungnya Sedaya berkata bahwa sang anak butuh cinta atau hanya ada cinta hari ini untuk sang anak. Biarkan kalimat tersebut didengarkan oleh anak. 

Cara orangtua mengelola emosi dalam pengasuhan satu ini memang bukanlah hal mudah. Namun, pahami bahwa emosi akan surut dengan sendirinya. 

Emosi hanya hadir sesaat, yang akan memberikan penyesalan dan luka yang lama kalau-kalau repons perilakunya dikerahkan dengan tidak baik. 

Menerima Sisa Emosi dari Masa Lalu

Cara orangtua mengelola emosi dalam pengasuhan yang tidak boleh dilewatkan adalah berdamai dan menerima sisa emosi di masa lalu. 

Mami dan Papi sebelum menjadi orangtua pasti telah mengalami fase pertumbuhan juga, kan? Salah satu langkahnya, Mami dan Papi pernah menjadi anak yang diasuh orangtua. 

Secara tidak sadar pola pengasuhan orangtua Mami dan Papi bisa saja melekat di alam bawah sadar sehingga hal ini sulit dikendalikan. 

Mungkin Mami dan Papi tumbuh dengan pemikiran dewasa dan mampu belajar dari pengalaman masa lalu. Memahami bahwa bentuk emosi negatif dari orangtua adalah hal yang tidak boleh diteruskan ke anak. 

Ada pula Mami dan Papi yang sulit memahami dan berdamai dengan masa lalu. Sehingga cenderung mengikuti pola asuh orangtua, sehingga anak mengalami hal yang sama. 

Dua hal tersebut berbeda karena manusia memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Namun, meregulasi emosi dapat dilatih, terlepas dari bisa atau tidaknya kita bersama dengan masa lalu.

Namun, akan butuh usaha lebih bagi Mami dan Papi yang memiliki gangguan mental atau kecemasan. Sehingga hal ini setidaknya perlu bantuan psikolog. 

Sebab, misal, saat marah. Ketika kita tidak cepat-cepat menganalisis. Maka alam bawah sadar yang menyimpan memori masa lalu akan menjadi respons perilaku yang tidak disadari. 

Setidaknya, untuk Mami dan Papi yang terlepas dari gangguan mental ada baiknya belajar untuk berdamai dengan masa lalu dan memahami bahwa anak tidak boleh merasakan kejadian buruk yang sama. 

Terima Kasih Mami dan Papi atas Masa Lalu yang Berharga

Orangtua terbaik

Sebagai anak yang telah tumbuh dewasa. Tentu sampai di titik ini adalah karena pengasuhan Mami dan Papi yang susah payah mengasuhku. 

Berbagai emosi telah kulewati dan kusadari. Meski telat menyadari. Namun, aku adalah yang tumbuh dengan ketertarikan terhadap sebuah emosi. 

Bahwa ternyata, aku tidak punya regulasi emosi yang baik. Berteriak saat marah. Berekspektasi tinggi saat bahagia. Berpikir negatif saat takut dan kecewa. Menyalahkan diri sendiri saat sedih. 

Semua itu karena aku sama sekali tidak menerima pemicu emosi. Tentang betapa sulitnya aku memahami alur dan jalur emosi yang berjalan. 

Namun, dari apa-apa yang telah terjadi di masa lalu. Setidaknya aku telah berdamai. Aku menerima segala bentuk emosi yang hadir di luar maupun diri sendiri. 

Mami dan Papi memang tidak sempurna. Aku juga tidak sempurna. Akan tetapi, pembelajaran emosi merupakan tata ajar yang sempurna dalam hidupku. 

Tentang bagaimana seharusnya meregulasi emosi dari diri ke orang lain bahkan terhadap diri sendiri. Tentang betapa Emosi menentukan segala sudut kehidupan. 

Mungkin aku tidak akan menjadi orangtua seperti Mami dan Papi. Namun, Mami dan Papi adalah orangtua terbaik dan terindah yang pernah kumiliki. 

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url