Preview

Hai, selamat datang di Neng Vina! Di blog ini kamu akan menemukan tulisan seputar kehidupan dan pengembangan diri. Barang kali kamu tidak akan merasa sendirian setelah membaca tulisanku. Enjoy my blog! 🧁

Perempuan Lemah yang Kuat

Surat yang taksampai
ANAK KECIL itu sibuk menulis kalimat-kalimat polos, tetapi penuh arti di atas kertas. Sering kali melemparkan pandangan ke langit-langit kamarnya. Mengetuk-ngetuk pulpen ke ujung hidungnya. Dia berharap kalimatnya dapat bertambah. Ketika memandang kertas yang digenggam, keningnya mengerut dan membatin, “Aneh enggak, ya?”

Terbesit keraguan dan benaknya merasa tidak yakin melanjutkan niatnya. Bagaimanapun anak kecil itu tidak begitu romantis atau se-gamblang itu untuk mengungkapkan kasih sayang dengan si penerima surat nanti. Namun, dia sudah berjanji dari jauh-jauh hari menuliskan surat. Bahkan, melingkari warna merah jambu di kalender dindingnya, tepat pada 22 Desember. 

Anak kecil itu mengembuskan napas dan menggeleng kuat. Mengumpulkan tekad! Dia yakin bahwa tidak mungkin si penerima surat akan mengomentari isi suratnya. Sekali lagi, dia merobek kertas baru lagi dan mulai merangkai kalimat kembali. Kali ini tanpa memandang atap langit, apa lagi mengetuk pulpen di ujung hidung peseknya. Dia hanya mencurahkan perasaan kasih dan ungkapan maaf.

Butuh waktu lama, tetapi surat akhirnya selesai ditulis. Langkah selanjutnya dia melipat kertas menjadi dua bagian, kemudian dilipat lagi menjadi dua bagian lebih kecil. Anak kecil itu merenggangkan otot yang terasa kaku karena terlalu lama duduk. Dia beranjak dari kursi, kemudian keluar kamar. 

Untungnya situasi di rumah sedang sepi. Dengan langkah tanpa suara, perlahan-lahan dia berlari kecil menuju kamar yang tidak jauh dari tempatnya. Untungnya lagi pintu kamar tersebut terbuka lebar. Dia mengedarkan pandangan dan tidak ada siapa pun. Anak kecil itu masuk dan mendekati jendela dekat lemari. Dia paham betul, si penerima surat akan membuka lemari. Otomatis si penerima surat akan meletakkan pandangan pada teralis jendela. Yup, surat itu diletakkan di sana. 

Sampai saat ini, anak kecil yang kini sudah dewasa itu tidak pernah mengetahui apakah si penerima surat telah menerima suratnya? Bahkan dia tidak pernah bertanya sekali pun kepada si penerima aurat. Si penerima surat sudah tidak lagi berapas sejak sembilan tahun lalu. Namun, anak kecil itu setidaknya menjadi teman di sisa-sisa akhir hidup si penerima surat.

Mami, Perempuan Lemah yang Kuat

Aku dilahirkan dari rahim seorang perempuan yang cantik. Dia pernah bercerita kepada aku, “Dulu, Mami pas SMA primadona, Vin. Mami memang enggak pintar, tapi yang naksir ada aja. Tugas sekolah Mami pernah dikerjain sama teman sekelas Mami yang cowok.”

Waktu aku hanya manggut-manggut saja. Kadang kalau diingat-ingat, ternyata lucu juga, ya. Sayangnya tidak begitu banyak memori dengan Mami yang terekam di kepala. Mami aku adalah anak pertama dari empat bersaudara. Mami lahir di Kudus, Jawa Tengah, dan kemudian pindah ke kota Bandar Lampung.

Sebetulnya Mami hampir mirip dengan ibu-ibu lainnya. Ada galaknya, ada marahnya, ada lucunya, ada kesan bestie-nya, haha. Mami itu agak childish, tetapi juga dewasa. Ah, jadi kangen. Aku pengin sharing tentang beberapa momen bareng Mami yang masih aku ingat sampai sekarang. Sebetulnya tidak begitu memorable, tetapi bisa jadi penawar rindu paling ampuh 

Perempuan lemah yang kuat

Kamar Baru untuk Vina Kecil yang Penakut

Rumah kami sederhana, tetapi nyaman. Apa lagi kami adalah keluarga besar, orangtua aku punya enam anak dan aku yang keempat. Otomatis kamar pun mesti dibagi. Awalnya aku satu kamar dengan Mbak aku yang ketiga. Entah mengapa, suatu hari Mami memberi satu kamar yang tidak begitu luas, tetapi cukup untuk bocah SD. Siapa yang tidak semang? Punya ranjang sendiri, punya lemari sendiri!

Jadi, waktu itu Mami dan Mbakku bantu beresin kamar untuk aku. Meskipun Mbak sempat berceletuk, “Berani enggak tidur sendiri?”

Dengan sok, aku menimpali, “Beranilah!”

Jawaban siang itu sangat berbanding terbalik dengan realitas ketika malam tiba, semua orang sudah terlelap, lampu dimatikan, dan aku berimajinasi dalam kegelapan. Bagaimanapun kalau ada yang mengetuk pintu? Bagaimana kalau ada sesuatu di balik lemari? Jantungku berdegup kencang, hawa ruangan terasa panas. Tidak bisa. Cepat-cepat aku turun dari ranjang, membuka pintu, lari menuju kamar orangtuaku. 

Ya, malam pertama di kamar baru berakhir tidur di kamar Mami. Tapi, sekarang Vina berani tidur sendiri bahkan di rumah sendirian, lo, Mi!

Kecelakaan dan Hepatitis B

Ibu mana, sih, yang tidak khawatir anaknya sakit? Apa lagi aku anak paling cantik, haha. Kalau sakit batuk atau pilek, sebelum kasih perhatian, kasih omelan karena kebanyakan minum es. Namun, Mami tidak punya daya untuk ngomel waktu aku kecelakaan ketika SD dan didiagnosis Hepatitis B ketika SMP. Di dua situasi tersebut, Mami tidak pernah ngomel, xixi. 

Aku ingat betul ketika Mami berusaha mengobati wajah aku yang babak belur akibat aspal. Waktu itu aku sama sekali tidak mau ke rumah sakit, sempat dipaksa gendong Pak Sumali (guru Penjas), tetapi aku meronta minta turun. Tahu apa selanjutnya? Pulang jalan kaki bareng teman-teman yang juga ikutan nangis, wkwk (mau ngakak kalau diingat). 

Pernah juga, waktu Mami dan Papi harus pergi ke luar kota karena beli obat untuk aku. Ketika mengidap Hepatitis B juga aku di rumah, tidak mau ke rumah sakit (biayanya gede soalnya). Aku ingat betul sebelum pergi, Mami berkata, “Mami pergi dulu, ya, buat beliin obat kamu.”

Kecimpring yang Bikin Mami Ketawa

Mungkin aku memang tidak bisa membahagiakan Mami sepenuhnya, tetapi pernah ada satu momen aku bikin Mami ketawa. Sebetulnya ada beberapa kali, tetapi momen kecimpring jadi paling memorable. Waktu itu Mami lagi sakit dan tidak bisa bangkit dari tempat tidur. Mami sudah sakit dari aku SD, sementara momen kecimpring ini ketika aku sudah SMA. 

Pulang sekolah aku beli jajanan, makan bareng Mami. Waktu itu menonton teve yang menayangkan serial Preman Pensiun. Aku lupa, tetapi pemeran utamanya di situ sedang jualan kecimpring. Aku juga tidak tahu mengapa, aku berceletuk jualan kecimpring dan Mami ketawa ngikik. Aku ulang terus, yang penting Mami ketawa. 

Gitu aja, deh, enggak kuat mau nangis, wkwk.

Pelajaran Berharga dari Mami untuk Aku Menghargai Kehidupan

Pelajaran paling bermakna
Mami lahir tahun 1964 dan meninggal dunia pada 2016. Aku bersyukur karena paling tidak aku berada di samping Mami di hari-hari terakhir. Percaya atau tidak, aku sangat rela dan ikhlas atas kepergiannya. Membiarkan Mami tetap hidup dengan penyakit dan segala beban, hanya akan menyiksa dirinya. Aku juga bersyukur karena bisa mengungkap cinta di hari-hari terakhirnya, cium pipinya, dan meminta maaf. I am really grateful

Mami adalah sosok yang kuat. Mami mengajarkan aku tentang pentingnya kesehatan mental. Mami menunjukkan betapa berharganya kehidupan. Mami secara tidak langsung memberi tahu betapa tidak mudahnya menjadi ibu dan orangtua. Mami harus mengurus dan membesarkan enam anak. Aku betul-betul mempelajari diri dan kehidupan Mami untuk diri aku dan kehidupan aku.

Salah satu hal yang kusesali, saat itu aku tidak tahu apa-apa soal kesehatan mental. Baru menyadari setelah memiliki blog. Oleh karena itu, blog ini memiliki topik seputar kehidupan dan psikologi. Dan, blog ini pun perpaduan nama aku dan Mami, lo!! Neng itu nama Mami.aku, xixi. Bisa dibilang blog ini sangat personal untuk diri aku. Semua konten tulisannya pun kebanyakan berangkat dari kehidupan aku dan Mami.

Aku berharap blok ini bisa jadi surat terbaik untuk Mami. Dan aku berharap blog ini menjadi kebaikan untuk Mami dan aku.

Mungkin sekarang kehidupan aku benar-benar berubah total. Namun, aku mensyukuri kehidupan aku sekarang karena masa lalu telah memberikan banyak pelajaran berharga. Dan, Mami adalah tokoh paling berpengaruh dalam hidup aku. Semoga kita ketemu lagi di Surga yaa, Mamii. Love youuu. <3

Lebih lamaTerbaru

Posting Komentar