Preview

Hai, selamat datang di Neng Vina! Di blog ini kamu akan menemukan tulisan seputar kehidupan dan pengembangan diri. Barang kali kamu tidak akan merasa sendirian setelah membaca tulisanku. Enjoy my blog! 🧁

Tutorial Jatuh Cinta

Ketika jatuh cinta

PATAH HATI sudah menjadi bagian dari hidup aku. Semua proses jatuh cinta aku, selalu berujung pada patah hati. Gagal terus. Yang gagal dicintai balik, gagal bertahan lama, bahkan sampai gagal move on. Entah harus dimaklumin atau enggak, waktu itu masih remaja. Jadi, belum tahu rasanya konsep jatuh cinta itu gimana dan clueless untuk mengatasinya.

Sekarang, sih, sudah enggak remaja lagi. Dan, terakhir kali jatuh cinta, tetap gagal. Suka heran kadang, memangnya aku se-“enggak menarik” itu, ya? Tampang biasa saja, kemampuan terlalu basic—cenderung bottom, berinteraksi juga enggak asyik. Enggak ada sesuatu dalam diri aku yang bisa “dicintai”. Berasa banget ngenes-nya, huff.

Betul, sih, asumsi banyak orang bahwa kebanyakan lelaki pasti menilai fisik untuk jatuh cinta pandangan pertama. Ya, kalau begitu, wajar saja kalau enggak ada satu pun lelaki yang tertarik. Jujur, itu bikin berasa enggak berharga, iya, aku sekarang sadar, kok, kalau cinta itu enggak melulu soal “cowok”. Cinta itu enggak melulu soal pasangan romantis.

Lagian, anak remaja tahu apa, sih, soal cinta?

Patah hati yang berkali-kali aku rasakan itu karena salah persepsi soal cinta. Bukan hanya itu, juga soal enggak memahami konsep cinta. Ketidaktahuan tersebut yang kemudian mengantarkan aku pada cinta yang toksik. Namun, dari semua pengalaman mengenaskan tadi, seenggaknya aku jadi mempelajari soal cinta itu sendiri.

Sini, ngobrol sama suhu yang pernah patah hati berkali-kali!

Tutorial Jatuh Cinta: Siap Patah Hati, Enggak?

Pembahasan cinta yang mau aku bahas di sini spesifik soal romantisasi lelaki dan perempuan. Di sini aku ingin banyak orang menyadari untuk enggak asal-asalan dalam mencintai. Masalahnya, menyangkut perasaan, perkara hati. Apalagi kalau mental “kurang sehat”. Maksudnya, mencintai, tuh, mesti ada tutorialnya.

Banyak orang enggak melakukan persiapan ketika jatuh cinta. Paham, sih, kalau lagi jatuh cinta rasanya bahagia banget, tetapi bukan berarti lupa pada realitas. Apa lagi perempuan yang instingnya dominan perasaan. Namun, bukan berarti enggak bisa mengandalkan logika. Bisa, kok, kalau kita mau effort.

Bentar, ini kenapa kesannya cinta itu menakutkan, ya?

Iya, ya, haha. Sorry. Akan tetapi, takut itu karena kita enggak tahu, kan? Aku pernah takut menghadapi cinta karena enggak tahu harus bersikap bagaimana. Dan salah satu mengatasi ketakutan adalah dengan menghadapinya ketakutan itu sendiri.

Kita mengira selama ini cinta hanya soal sukacita. Padahal, cinta juga punya dukacitanya.

Tutorial jatuh cinta

Sadar Kalau Lagi Jatuh Cinta

Iya, tahu. Namanya jatuh cinta kadang suka enggak sadar datangnya kapan. Bahkan, kita suka enggak sadar kalau lagi dilanda cinta. Kita perlu mengenali seseorang yang terindikasi sedang jatuh cinta. Seperti: jantung berdebar, sering memikirkannya, ingin selalu dekat, perubahan emosional dan perilaku yang lebih sensitif, cemburu tipis-tipis, memiliki harapan dan ekspektasi.

Masa, iya, enggak menyadari adanya indikasi tersebut? Ya, memang, sih, ada sebagian orang yang memang diciptakan dengan minimnya kepekaan. Jangankan peka terhadap orang lain, peka dengan perasaan sendiri pun, enggak. Namun, indikasi ini perlu kita ketahui untuk menyadari. Sebab, kita akan dengan sadar mengambil keputusan untuk jatuh cinta.

Dan, yang paling penting adalah jangan denial. Kalau kita bersikap denial, khawatir ke depannya kita akan merasakan emosi tanpa sebab. Misal, suka tiba-tiba cemburu melihat gebetan dekat dengan yang lain. Namun, karena kita denial, kekesalan atas rasa cemburu tersebut terasa lebih menyakitkan.

Siap Risiko & Konsekuensi

Setiap keputusan yang kita ambil secara sadar dan enggak sadar, akan memiliki risiko dan konsekuensi. Begitu pun dengan jatuh cinta. Oleh karena itu, kita perlu sadar ketika mengambil keputusan dalam jatuh cinta. Supaya kita bisa menakar risiko dan konsekuensi.

Banyak orang yang kemudian patah hati karena enggak menyadari bahwa keputusannya untuk jatuh cinta ada risiko dan konsekuensi. Kalimat andalannya adalah: jalanin aja dulu. Padahal, jalan di sini harus jelas. Mau jalan ke mana? Jalannya naik apa? Atau yang paling basic, kenapa harus dijalanin dulu?

Dengan begitu, nantinya kita akan lebih siap dalam menghadapi risiko dan konsekuensinya. Yup, jatuh cinta juga punya risiko dan konsekuensi. Makanya kubilang, jangan asal-asalan dalam mencintai.

Bertanggung Jawab dengan Perasaan Sendiri

Biasanya kalau sudah memilih untuk jatuh cinta, pantas kita membiarkannya tumbuh begitu saja tanpa pengawasan dan pembatasan. Padahal, proses jatuh cinta pun perlu adanya pengawasan dan batasan. Artinya kita perlu bertanggung jawab terhadap keputusan untuk jatuh cinta yang sudah kita ambil. Gimana caranya?

Kalau aku pribadi, salah satu cara mempertanggungjawabkan perasaan adalah dengan jujur. Jujur terhadap perasaan sendiri alias menyadarinya. Dan, jujur kepada seseorang yang kita beri perasaan cinta. I know, that's second opinion it's not easy, but it’s essential! Apalagi untuk perempuan.

Menurut aku, perempuan itu tegasnya enggak harus melulu menunggu, kok. Masalahnya risiko dari jatuh cinta itu, kan, 50:50, maksudnya bisa jadi berbalas atau bertepuk sebelah tangan. Kalau perasaannya sama, ya, it’s okay to waiting. Lah, kalau bertepuk sebelah tangan? Mau sampai kapan terbelenggu dalam perasaan yang abu-abu, enggak ada kepastian?!

Kebetulan aku tipe yang mengungkapkan perasaan, sih. Namun, memang aku butuh waktu lama untuk mengungkapkan. Disclaimer, di sini mengungkapkan tujuannya bukan untuk menjadi pasangan, melainkan supaya perasaan ini enggak sia-sia. Menurut aku, sayang banget ketika kita mencintai seseorang, tetapi orang itu enggak mengetahuinya.

At least, he knows that I love him. Masalah dia suka balik atau enggak, aku sudah siap menerima risiko dan konsekuensinya, kok!

Bukan berarti ketika kita memilih opsi untuk memindah perasaan, lantas opsi tersebut salah. Bukan begitu, sih. Setiap orang punya cara sendiri dalam mempertanggungjawabkan perasaan. Memendam perasaan mungkin merupakan salah satu pertanggungjawaban paling menyiksa.

Antisipasi Setelah Mengambil Sikap

Sadar akan risiko dan konsekuensinya dan siap untuk bertanggung jawab bukan berarti kita akan menjauh dari perasaan kecewa. Kecewa itu adalah suatu hal yang pasti ketika realitas enggak sesuai dengan harapan dan ekspektasi. Justru dengan menyadari dan siap bertanggung jawab terhadap risiko dan konsekuensi, menjadi langkah awal untuk antisipasi dalam meminimalisir kecewa.

Kalau misal perasaan berbalas, happy for you, Guys. Akan tetapi, kalau ternyata bertepuk sebelah tangan, silakan rayakan patah hatinya. Nikmati rasa kecewa dan sedih yang begitu menyiksa. Selami rasa perih yang meremukkan hati Dang jantung. We all human, it’s okay to feel broken. Kita perlu waktu untuk memvalidasi dan menerima kenyataan.

Tentu saja, kita enggak bisa terlalu larut dalam kepatahan. Kecewa itu memang pasti. Bahkan, cinta yang berbalas pun kadang masih ada kecewanya. Mempertahankan selalu lebih sulit daripada mendapatkan, kan? Antisipasinya adalah cara mempertahankannya.

Sedangkan, antisipasi bagi cinta yang bertepuk sebelah tangan adalah: move on!

TUTORIAL jatuh cinta ini memang sedikit, tetapi kalau enggak disadari sangat tricky. Akan tetapi yang terpenting adalah mindset dan pemahaman tentang konsep jatuh cinta. Kebanyakan dari kita menjadikan goals dalam mencintai adalah mendapatkan cinta tersebut. Padahal, cinta enggak selamanya harus memiliki. Cinta yang awalnya saling memiliki, ada yang pada akhirnya kemudian saling berpisah.

Kita perlu memahami bahwa cinta itu bukan tentang meraih kebahagiaan, melainkan menemukan makna cinta yang begitu dalam.

Posting Komentar